Minggu, 08 Oktober 2017

TIPS MENGHADAPI WARTAWAN GADUNGAN

TIPS MENGHADAPI WARTAWAN GADUNGAN
Setelah era reformasi bergulir, media cetak (koran, tabloid, majalah) dan media online tumbuh seperti cendawan di musim penghujan. Media cetak dan media online baru itu tidak tersentral di Jakarta, tetapi juga tumbuh di berbagai pelosok di Indonesia.
Parahnya, bersamaan dengan tumbuh suburnya media massa dan mudahnya warga Indonesia menerbitkan usaha penerbitan media cetak dan media online, sumber daya manusia (SDM) justru jadi acak adut. Karena kepepet untuk mendapatkan pekerjaaan, seorang yang tidak punya latar belakang pendidikan jurnalistik atau tidak punya pengalaman pun bisa menjadi wartawan.
Tak jarang, kita dengan mudah menemukan seorang satpam, tukang parkir, dan makelar pun nyambi menjadi wartawan. Mereka berpakaian necis, pakai rompi wartawan, dan emblem bertuliskan “PERS”. Di saku bajunya terselip kartu pers dan (tak jarang) kartu anggota LSM.
Di antara mereka memang ada yang mau belajar dan benar-benar menjalankan tugas jurnalistik. Artinya, mereka menghasilkan berita hasil liputan di lapangan, Namun, tidak jarang di antara para wartawan itu hanya menggunakan kartu pers sebagai modal untuk bertemu narasumber. Bukan berita yang dicari, tetapi uang. Ada yang dengan cara halus. tetapi tidak jarang dengan cara kasar.
Cara halus misalnya dengan minta ongkos atau uang bensin kepada narasumber (umumnya narasumber pejabat). Cara kasar, misalnya, dengan memeras dan minta uang jatah proyek. Seolah-olah wartawan memiliki hak mendapatkan jatah dari sebuah proyek.
Menghadapi wartawan yang berangasan seperti itu, bukanlah perkara mudah. Tidak jarang panitia sebuah acara seminar harus lari terbirit-birit karena dikejar wartawan yang ingin minta uang amplop yang dianggapnya sebagai haknya itu.
Beberapa direktur NGO, kepala dinas, dan kepala sekolah sering mengeluhkan perilaku wartawan. Mereka sering pusing ketika harus berhadapan dengan wartawan yang datang bukan untuk mencari informasi, tetapi minta jatah uang.
Nah, bagi pejabat, bos, atau  panitia kegiatan yang sering pusing menghadapi wartawan macam itu, tips berikut ini bisa dicoba :
Jangan Memberi Wartawan Uang, meskipun itu hanya “uang bensin”. Sebab, sekali Anda memberikan “uang bensin” ia atau teman-temannya lain akan rajin datang ke kantor Anda. Bukan untuk mendapatkan data sebagai bahan menulis, tetapi mau minta “uang bensin”.
Tanyakan Identitasnya : namanya siapa, dari media mana. Kalau ragu dengan jawaban wartawan, tanyakan kartu pers atau surat tugas.
Kenalilah Ciri-Cirinya, perhatikan cara menyampaikan maksud dan cara melakukan wawancara. Wartawan betulan akan bisa melakukan wawancara dengan baik, pertanyaan-pertanyaan tidak bersifat menuduh atau menghakimi. Sebaliknya, wartawan gadungan atau wartawan nakal pada umumnya akan langsung pada pokok masalah. Misalnya dengan pernyataan ada kasus korupsi atau  penyimpangan di lembaga Anda.
Jangan Terkecoh Dengan Penampilan. Janganlah Anda menganggap bahwa orang yang mengenakan rompi bertuliskan “PERS” sudah pasti adalah wartawan betulan. Tidak jarang, wartawan betulan justru tidak memakai atribut seperti itu. Mereka biasa saja.
Terimalah  Mereka Dengan Baik. Berpikirlah positif  dan anggaplah mereka itu memang wartawan yang ingin mendapatkan informasi untuk menulis berita.
Jika Ada Gelagat Tidak Baik, misalnya, si wartawan akan melakukan pemerasan, janganlah kalah gertak. Bersikaplah tenang.
Jika Wartawan Sudah Menyinggung Soal Kasus Di Lembaga Anda Sedangkan Anda Meyakini Tidak Ada Kasus Di Lembaga Anda, Maka Anda Tidak Perlu Takut. Jawablah setiap pertanyaan dengan baik. Jawaban Anda akan menentukan apakah mereka akan berani melakukan aksi selanjutnya atau tidak. Jika jawaban Anda meyakinkan, mereka tidak akan berani macam-macam.
Jangan Lupa Siapkan Rekaman (semisal dengan ponsel atau gadget yang bisa Anda masukkan ke kantong celana). Rekaman ini akan bermanfaat jika mereka menggertak, mengancam, dan memeras. Akan lebih baik jika ruangan Anda ada CCTV sehingga setiap pembicaraan Anda dengan wartawan itu bisa terekam dengan baik.
Jika Perusahaan Atau Bos Anda Menyediakan Amplop Dan Sepertinya Memang Sudah Jadi Tradisi Di Lembaga Anda, Maka Jika Menggelar Konferensi Pers Atau Seminar Undanglah Wartawan Dari Media Yang Jelas. Artinya, media itu memang benar-benar ada bukti produknya, bisa diverifikasi, dan rutin terbit. Jika ada kelompok wartawan menyodorkan daftar nama untuk diberi amplop, coba dicek apakah nama di daftar itu termasuk wartawan dari media yang Anda undang. Kalau bukan, Anda bisa menolak kehadirannya.
PERLU DICAMKAN : Wartawan betulan tidak mencari uang amplop ketika melakukan wawancara atau menghadiri konferensi pers. Wartawan masih diperbolehkan  menerima uang dari panitia acara jika mereka menjadi peserta workshop atau seminar yang menempatkan para wartawan sebagai peserta. Namun, ada juga media yang tetap melarang semua jenis pemberian dari narasumber/panitia acara.
Tidak ada salahnya Anda membekali diri dengan pengetahuan tentang dunia pers, UU Pers, dan organisasi profesi wartawan. Wartawan gadungan biasanya akan keder kalau calon sasarannya adalah narasumber yang paham tentang dunia pers. Ya. wartawan yang menjalankan tugas profesinya dengan benar adalah wartawan yang bekerja untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan diri sendiri, apalagi untuk sekadar cari uang receh. Karena bekerja untuk publik itulah maka wartawan diberi “keistimewaaan” yang diatur UU Pers dan aturan lain oleh Dewan Pers.
Ada pertanyaan yang mampir ke blog saya ini. Bagaimana mengatasi wartawan bodrex ? Istilah wartawan bodrex sama artinya dengan wartawan nakal. Ia sering mempergunakan kedok profesinya untuk meminta upeti kepada pejabat/pengusaha. Pun melakukan aksi tipu-tipu dan memeras. Wartawan bodrex semakin banyak muncul setelah era reformasi. Saat itu kebebasan pers benar-benar diwujudkan. Setiap orang atau lembaga mudah membuat media, baik itu berupa tabloid, majalah, koran, dan buletin.
Namun kebebasan yang dinikmati itu dimanfaatkan oleh segelintir oknum yang tak bertanggung jawab. Berita yang ditampilkan tidak sesuai dengan fakta. Bahkan tak sedikit mengadu domba di tengah-tengah masyarakat. Pers pun menghadapi dilema. Antara kebebasan dan tangung jawab. Tak jarang beberapa tokoh menyebut pers kita lebih liberal dari negara liberal sekali pun. Dalam kondisi inilah tumbuh subur wartawan nakal.
Wartawan nakal berada di setiap level, yakni di level pimpinan, level redaksi, dan di lapangan. Yang paling banyak jumlahnya tentu saja di level lapangan. Namun yang paling banyak mendapatkan fulusnya di level pimpinan dan redaksi. Kenapa wartawan mau berbuat nakal. Setidaknya ada dua alasan, yakni ketimpangan penghasilan wartawan dan mental suap. Oknum wartawan nakal mempunyai strategi, yakni menyerang instansi yang ada indikasi korupsi dan menyerang oknum pejabat yang sarat skandal.
BERIKUT INI JURUS AMPUH MENGATASI OKNUM WARTAWAN NAKAL :

  1. Bersahabat Dengan Wartawan Profesional
  2. Bersahabat Dengan Pengurus Organisasi Wartawan
  3. Bersahabat Dengan Pimpinan Media Massa Lokal
  4. Jangan Takut Digertak Oknum Wartawan
  5. Jangan Terkecoh Dengan Kartu Pers
  6. Jujur Dalam Melaksanakan Tugas
  7. Jalin Komunikasi Dengan Aparat Keamanan
  8. Berani Tolak Permintaan Amplop.
Jurus ini bisa menjadi referensi bagi pejabat, pengusaha, birokrat, atau masyarakat yang sering bersinggungan dengan wartawan. Memang tidak semua wartawan nakal, bahkan yang baik jumlahnya lebih banyak. Namun jika ketemu dengan oknum wartawan nakal, tak salah jika jurus di atas dipakai.

Sebagaimana kata Bang Napi, kejahatan timbul karena adanya niat dan kesempatan. Jangan beri mereka kesempatan untuk nakal. Untuk itu janganlah menyalahgunakan wewenang dan melakukan skandal yang memalukan. Waspadalah !!!

TIPS MENGHADAPI WARTAWAN GADUNGAN

TIPS MENGHADAPI WARTAWAN GADUNGAN Setelah era reformasi bergulir, media cetak (koran, tabloid, majalah) dan media online tumbuh s...